Jumat, 01 Januari 2016

2015-2016: Celoteh Malam Transisi

Seraya Memuji Keagungan Dzat Pencipta Alam Semesta Beserta Isinya, Dialah Dia Sebaik-baik Dzat Yang Maha Memiliki Hati dan Muara Segala Pengharapan..

Wal Ashr..

Saat gue mulai menulis draft postingan ini, suasana di luar rumah dan hampir seluruh muka bumi sedang semarak menutup 365 hari di tahun 2015 dan bersiap menyambut 365 hari yang baru dengan judul 2016. Yes. Ini malam tahun baru, A New Year’s Eve. Dan gue baru sampe rumah setelah melalui perjalanan pulang yang (mungkin bisa dibilang) paling menantang yang pernah gue alami. Kenapa bisa begitu? Apa perjalanan hidup gue sepanjang 2015 ini sebegitu nggak menariknya sampe-sampe lebay pulang kerja malem taun baru aja dibilang begitu? Yuk kita bahas..[1]

Perjalanan pulang ke rumah di malam pergantian tahun adalah perjalanan pulang yang paling berbahaya dan beresiko dari 365 hari yang ada di tahun tersebut. Kenapa? Karena bagi gue yang tinggal di pinggiran kota satelit di Provinsi yang paling padat penduduknya Se-Indonesia, segala bentuk tindak tanduk manusia dengan keajaiban perilakunya semua tumpah ruah di jalan raya. Sepanjang perjalanan pulang dari stasiun kereta ke rumah di Cibinong, bukan hanya cabe-cabean dan terong-terongan yang tumpah turun ke jalan raya tapi juga akan dengan sangat mudahnya ditemui adanya ulekan-ulekanan, panic-pancian bahkan hingga minyak panas-minyak panasan dan isi-isi dapurnya sekalian semua tumplek blek di jalan raya. Sebagai orang yang pernah diajarin soal ilmu tentang manusia kondisi ini jadi menarik buat gue. Sekalipun punya tujuan dan pemahaman yang sama tentang malam pergantian tahun, tetapi perilaku berkendara orang-orang ini sporadis dan arbitrer. Bagi gue yang hanya ingin pulang ke rumah setelah pulang kerja (kebetulan) di malam pergantian tahun, perilaku berkendara yang sporadis dan arbitrer di jalan raya yang overpopulasi ini cukup mengancam nyawa. Ah.. sulit sih gambarinnya kalo pake tulisan ini. Tapi coba, setelah baca tulisan ini, inget-inget atau kalo nggak percaya silakan buktikan langsung di malam pergantian tahun 2017 kalo masih ada umur.

Segala bentuk keajaiban bisa ditemui di jalanan pada malam tahun baru. Salah satu yang paling ajaib dari banyak keajaiban yang bisa ditemui pada malam tahun baru adalah keajaiban maneuver pengendara motor. Serius. Berkendara di malam pergantian tahun bisa jadi ajang melatih kemampuan dan kematangan emosional lo sebagai pengendara. Segala bentuk kendaraan dengan aneka ragam jumlah, usia, tujuan dan orientasi arah pengendaranya tumplek di jalanan. Ibarat main game, berkendara di malam pergantian taun itu kayak mainin game ketangkasaan dengan tingkat kesulitan paling tinggi tapi lo bisa alamin itu langsung dengan mata kepala lo sendiri lengkap dengan resikonya. Jadi kalo ya emosi, bakal beneran. Kalo jatoh ya cederanya sakit beneran. Kalo ketabrak ya rusak beneran tapi susah minta ganti ruginya karena ternyata.. dsb, dsb, dsb. Lagi-lagi ini menarik. Ada sharing ideas yang terjadi di kepala semua orang yang turun ke jalan raya tentang pemahaman dan pemaknaan malam pergantian tahun. Nggak berenti di situ mereka juga mewujudkan gagasan dan pemahaman mereka tentang malam pergantian tahun dengan tindakan berupa turun ke jalan. Menyoal sebab orang-orang ini memilih jalan raya sebagai lokasi pengejawantahan gagasan mereka itu yaa meskipun bisa dikira-kira tapi perlu ada primary opinion sih dari pelakunya. Dalam pemahaman bahwa kebudayaan adalah adanya pemahaman yang sama mengenai nilai-nilai yang berlaku di suatu lingkup masyarakat dan terjadi transmisi pemahaman tersebut secara turun temurun, bagi gue, fenomena malam pergantian tahun ini memenuhi semua persyaratan untuk bisa  dikatakan sebagai sebuah kebudayaan (culture).

Terus kenapa? Ya gapapa.. Cuma pengen bilang gitu aja. Bahwa keajaiban perilaku berkendara yang sporadis dan arbitrer dari orang-orang yang tumpah ke jalan pada malam tahun baru adalah bentuk lain buat memahami malam pergantian tahun dengan sudut pandang yang berbeda, yang agak antropologis dikit, meskipun dari penjelasan yang gue paparkan itu ya ngaconya banyak. Dari sini kita bisa belajar bahwa pada hakikatnya manusia memang ditakdirkan untuk berbeda-beda. Gimana pun juga kita sebagai individu adalah bagian dari perbedaan itu. Ajaibnya manuver-manuver pengendara di jalan pada malam tahun baru adalah salah satu contohnya. Gue amat sangat bersyukur dengan kenyataan dan kesadaran bahwa gue memaknai ajaibnya pengalaman perjalanan pulang kerja pada malam pergantian tahun sebagai sebuah game yang nggak hanya challenging, tapi ternyata juga fascinating kalo kita sedikit aja mau sedikit lebih peduli sama diri kita sendiri dengan merenung (atau seenggaknya berfikir) tentang apa-apa aja yang udah kita lewatin se-sepele apapun hal itu, momen-momen itu. Karena University of Life ini nggak pernah berhenti ngasih pelajaran. Ada pepatah bilang, never stop learning because life never stop teaching”. Tapi kita sendiri juga harus inget bahwa guru akan mulai pelajaran saat muridnya dirasa sudah siap.  And when you see it.. when you realized.. that’s must be the time that you know you’re blessed. Nggak akan terlalu sulit lagi rasanya buat memahami maksud di balik pertanyaan tentang “Maka Nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan?” yang harus sampe diulang sebanyak 31 kali.  

Berkendara pulang kerja di malam pergantian tahun ini ngasih pelajaran ke gue bahwa, meskipun udah punya tujuan dan pemahaman yang sama tentang suatu hal tapi jalan yang akan ditempuh masing-masing orang itu ya akan balik lagi ke orangnya, gimana karakternya, apa kebutuhannya dan gimana takdirnya. Itu artinya emang nggak selamanya keteraturan itu aman. Kalo semua seragam, waktunya jalan semua jalan, waktunya berenti baris semua di jalan sampe puluhan kilometer mah ya hamsyong kejebak macet di jalan tol. Kejebak macet di jalan bebas hambatan, bukannya itu paradoks ? gimana kalo itu kita jadiin analogi dalam perjalanan hidup? coba di pikir ulang.. jalan seperti apa sih yang udah kita tempuh buat ngelewatin 2015 ini? Lalu, Jalan seperti apa yang akan kita pilih di 365 hari berjudul 2016 yang lagi disambut milyaran orang secara meriah ini ? udah jadi pengendara seperti apa sih kita di 2015 ? akan jadi pengendara yang seperti apa kita di 2016 ? mencelakai ? dicelakai ? tercelakai ? atau jadi orang yang niatnya hanya ingin pulang ke rumah setelah capek seharian kerja tapi harus ngalamin perjalanan yang ternyata panjang juga kalo direnungin..

Dan lagi-lagi idealnya semua itu bermuara pada rasa syukur. Syukur karena ternyata kita telah berhasil menamatkan 365 hari berjudul 2015 dan berani menyambut 365 hari berikutnya yang berjudul 365 dengan kegembiraan, meskipun kita sama sekali nggak tau akan seperti apa si 2016 ini nantinya. Well.. akan seperti apapun 2016 nantinya, kita telah memilih untuk siap, karena kita, dengan cara apapun telah memutuskan untuk berani melepas 2015 dengan syukur dan menyambut 2016 dengan gembira dan suka cita.

Terlampir sejumput salam untuk 365 hari berjudul 2016 yang sudah tiba di depan muka, 
Bismillahi Tawakkaltu Alallah, Laa Hawla Wa Laa Quwwata Ilaa Billah..




[1] walau gue sendiri yakin yang peduli sama cerita ini ya diri gue sendiri, lah wong yang rajin baca blog ini ya gue sendiri juga nanti-nanti ke depannya

0 komentar: